Sabtu, 05 April 2008

Ikhlas,,Menuju Masa Depan Bangsa Yang Berkualitas

"Semua manusia akan hancur, kecuali mereka yang berilmu. Setiap orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal. Setiap orang yang beramal akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas. Setiap orang yang ihklas akan selalu menghadapi godaan setan," tutur Imam Al Ghazali.

Imam Al Banna mendifinisikan makna ikhlas adalah, apabila seorang muslim meniatkan segala perkataan, perbuatan dan jihadnya hanya bagi Allah swt, dan demi meraih pahala dan ridha-Nya. Tanpa memperdulikan hasil materi yang didapat, baik berupa kehormatan, jabatan, gelar, kemajuan ataupun kemunduran.

Dengan demikian, dia akan menjadi seorang tentara dalam aqidah dan fikroh, bukan seorang tentara yang pengejar sebuah tujuan dan manfa'at duniawi. Allah swt berfirman, “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itu yang diperintahkan…”. (Q.S. Al-An’am:162-163).

Ikhlas merupakan sebuah kekuatan iman yang memberikan dorongan bagi pemiliknya untuk dapat melepaskan diri dari kepentingan pribadi dan mengarahkan semuanya kepada pengharapan akan ridha Allah swt, bukan balasan duniawi atau ucapan terima kasih. Allah swt berfirman, “Dan mereka memberikan makanan yang disukanya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terimaksih”. (Q.S. Al-Insaan : 8-9).

Dalam menjalankan aktivitas dakwah, seorang da’i tidaklah bersih dari segala rintangan. Baik serangan dari dalam, maupun dari luar dirinya, baik yang nyata maupun tidak nyata. Serangan yang paling bahaya adalah serangan yang datang dari dalam dirinya. Penyerangnya adalah setan, dan yang diserang adalah hati. Tempat bersemayamnya niat dan keikhlasan.

Kita ketahui, bahwa setan juga berdakwah mengajak manusia untuk menjauhi dan mendurhakai Allah swt. Mereka yang bergabung dengannya disebut sebagai Hizbusysyaithan. Sebaliknya, seorang da’i ingin mengajak manusia dari kebodohan kepada cahaya Allah swt, konsekuensinya, bahwa masing-masing akan saling menghalangi untuk dapat mengikuti dan bergabung dalam jalan yang diinginkan. Seorang da’i menghalangi agar jangan sampai ada yang mengikuti jejak langkah setan, sebab hal itu menyalahi perintah Allah. Demikian juga setan, ia menghalangi manusia untuk ikut dalam barisan manusia yang memusuhinya, secara tidak sengaja ia menyalahi janjinya sendiri untuk menyesatkan manusia.

Seorang da’i yang mengajak manusia untuk menjadi manusia yang handal dan siap mengemban risalah Islam yang telah ada, harus senantiasa menjaga keikhlasan niat, agar membuahkan hasil yang berarti juga menambah barisan da’i. Jika tidak, maka hanya akan kesia-siaan yang akan diraih. Disinilah setan telah berhasil menyerang kita.

Patut kita ketahui, bahwa serangan setan dimulai sebelum kita mengerjakan sebuah amalan dakwah, yakni dengan bisikan agar kita meninggalkan amalan yang akan kita kerjakan. Setelah gagal, setan akan menyerang kita dengan menggangu menghilangkan kesucian niat. Jika kita berhasil, maka setan akan meneruskan serangannya setelah kita kerjakan amalan tersebut, dengan hembusan takjub sehingga menyebabkan kita riya dan GR atau ghurur.

Jadi, setiap amalan, walaupun itu dijalan Allah swt, belum tentu lepas dari godaan setan. Diperlukan niat yang suci dengan penuh keikhlasan dalam membawa misi risalah Ilahi ini.

Berkaitan dengan ini, mungkin dapat kita renungkan nasehat Salim bin Abdullah kepada Umar bin Abdul Aziz, “Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah kepada seorang hamba adalah sebatas niatnya. Maka, barang siapa niatnya suci dan sempurna hanya karena Allah swt, maka sempurnalah pertolongan Allah kepadanya. Dan barang siapa kurang sempurna dalam niatnya, maka hanya sebatas itulah Allah akan menolongnya”.

Oleh sebab itu, jangan berharap kita akan mendapatkan tambahan barisan dalam dakwah, jika dalam melangkah, kita tidak menyiapkan tempat keikhlasan dalam niat kita.

Akhirnya, ada baiknya kita renungkan pesan Ust. Musthafa Mahmud ath-Thahhan yang beliau tulis dalam bukunya “Syahsiyyah muslim al-Mua’shir” untuk bekal kita dalam melangkah. “Hai orang-orang yang telah membangun kehidupan ini dengan nama Allah, menegakkan syari’at Allah untuk menyelamatkan manusia dan masyarakat, serta telah engkau curahkan semuanya di jalan Allah dengan curahan yang mahal ataupun murah. Bukankah semunya sia-sia jika engkau mengabaikan hatimu? Yaitu gumpalan darah yang jika dalam keadaan baik dan suci, maka akan selalu melahirkan kebaikan. Jika rusak, maka akan rusak dan sia-sialah semua yang dihasilkan oleh jasadmu. Semuanya itu hanya akan suci dan baik selama-lamanya jika dihiasi niat yang suci dan bersih. Tidak akan dapat mengendalikan hati ini, kecuali dengan niat yang suci pula.”

Rasulullah Saw. bersabda: “Beruntunglah orang-orang yang ikhlas (mukhlisin), jika mereka hadir (ditengan-tengah keramaian), tidak ada yang mengetahui mereka. Dan jika mereka pergi meninggalkan (keramaian), tidak ada yang merasa kehilangan”. (H.R. Baihaqi)

Tidak ada komentar: