Rabu, 09 April 2008

Bahagia Siapa Bisa,,

Setiap orang pasti ingin hidup Bahagia. Tidak ada satupun yang berencana untuk sengsara. Mengapa ada orang yang rela bekerja keras, peras keringat banting tulang, pergi pagi pulang petang, meski kadang penghasilan pas-pasan? Jawabannya pasti pingin hidup bahagia. Mengapa ada pelajar yang rela belajar mati-matian, siang jadi malam, malam jadi siang, kadang makan pun terlupakan? Jawabannya pasti pingin hidup bahagia. Mengapa ada pria yang merindukan calon istri yang baik agamanya, cantik rupanya, keturunan orang mulia, dan berharta melimpah? Jawabannya pasti ingin hidup bahagia. Mengapa orang membangun rumah megah, membeli mobil mewah, mencari jabatan tinggi? Jawabannya pasti pingin hidup bahagia. Mengapa orang berpoligami? Jawabannya pasti ingin hidup bahagia. Mengapa orang mendambakan harta, tahta dan wanita? Jawabannya pasti pingin hidup bahagia.

Pada umumnya orang mengidentikkan kebahagiaan dengan segala sesuatu yang berada di luar kita. Mungkin hal itu ada benarnya. Tapi jika faktor kebahagiaan itu berasal dari luar diri kita, pasti hal itu tidak akan bertahan lama. Karena rumah mewah ada batasnya. Wajah cantik ada masanya. Jabatan tinggi ada pensiunnya. Kebahagiaan hakiki itu bersumber dari dalam hati, bagian ‘terdalam’ dari tubuh kita. Jika hati merasa bahagia, rumah sederhana akan terasa luas. Uang sedikit akan terasa mencukupi. Karena bagi hati yang bahagia, bukan berpikir banyak sedikitnya materi. Mewah tidaknya mobil pribadi. Atau megah tidak nya rumah. Tapi bagaimana sikap terhadap apa yang sudah kita miliki.

Kebahagiaan yang disebabkan oleh faktor eksternal adalah kebahagiaan yang semu. Kebahagiaan itu akan segera hilang setelah kita berhasil memiliki barang tersebut. Kita punya istri cantik, kecantikan istri bisa hilang karena melihat wanita yang lebih cantik. Mobil mewah akan terasa jelek setelah melihat yang lebih mewah. Banyaknya harta akan terasa sedikit setelah mendengar ada yang memiliki lebih banyak. Dan seterusnya. Dan kita tidak akan pernah merasa bahagia.

Kunci kebahagiaan itu terkumpul dalam NASI. Mungkin sejak dulu kita sudah mendengar kata ini, bahkan sejak kecil sudah memakannya. Akan tetapi tidak ada salahnya untuk merenungi kembali arti dan makna kata ini. Karena NASI yang sekarang ini berbeda dengan nasi yang anda santap tiap hari. NASI (Nggak Mempersulit diri/memperbesar masalah, Ampuni kesalahan orang lain, Syukurlah selalu, Iman yang kuat).

Kunci pertama kebahagiaan adalah Nggak mempersulit diri/memperbesar masalah. Banyak masalah besar yang timbul bukan karena penyebab yang besar. Kebanyakan masalah besar itu timbul justru karena kita yang rajin mendramatisir masalah. Belum ujian sudah takut gagal. Belum naik sepeda sudah takut kecelakaan. Belum pensiun sudah takut tidak dapat gaji. Belum nikah sudah takut cerai. Dan lain sebagainya. Akhirnya kita terus tersiksa.

Hanya Allah lah yang maha Besar. Lainnya kecil. Semua permasalahan hidup ini akan terasa kecil kalau kita mampu menyikapi dengan penuh konsentrasi. Semua problematika kehidupan akan terasa ringan jika kita mampu menghadirkan Allah dalam setiap permasalahan. Tapi seringnya kita itu gegabah dan terburu-buru dalam bertindak. Jangan kan mampu menghadirkan Allah dalam setiap pekerjaan. Shalat saja yang seharusnya ingat pada Allah malah sering ingat yang macam-macam. Maka pantas jika beban kehidupan ini terasa berat.

Banyak suami yang marah kepada istrinya hanya disebabkan kaos kaki yang tidak ketemu dicari. Banyak istri yang marah kepada suami lantaran mendengar isu ia berjalan dengan wanita lain. Banyak kejahatan besar terjadi hanya akibat dari dengki. Kebanyakan hal-hal yang kita pusingkan dalam hidup sebenarnya hanyalah masalah-masalah kecil.

Kunci kedua kebahagiaan adalah Ampuni kesalahan orang lain. Alam dunia ini sarat dengan kekurangan. Tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Kesempurnaan hakiki hanyalah milik Allah semata. Hanya Allah lah yang maha suci. Yang lain kotor. Manusia yang suci bukan manusia yang tanpa dosa. Karena tidak ada manusia yang hidup tak memiliki dosa. Manusia suci adalah manusia yang mampu menyadari kesalahannya. Meskiun ia banyak dosa tapi ia selalu berisaha untuk menghapusnya. Meskipun banyak kesalahan tapi ia selalu berusaha untuk minta maaf. Kesucian manusia justru terletak pada kekotorannya. Jika kita mampu memahami konsep ini insya Allah kita akan terbuka untuk menerima kesalahan pihak lain.

Orang yang suka memaafkan tidak akan merasa tersinggung disebabkan kesalahan orang lain. Tidak akan dengki akibat ada saingan. Tak jarang permasalahan hidup datang, karena kita tidak pandai memaafkan orang lain. Orang akan tega membunuh karena tidak mampu memaafkan. Perkelaian bisa terjadi karena kita tidak bisa mengontrol diri. Tawuran bisa ada karena kita kurang waspada. Semuanya itu akan terselesaikan oleh kata memaafkan.

Seorang dokter berkebangsaan Amerika, Gerarld Jampolsky, mengatakan bahwa sebagian besar masalah yang kita hadapi dalam hidup bersumber dari ketidakmampuan kita untuk memaafkan orang lain. Ia bahkan mendirikan sebuah pusat penyembuhan terkemuka di Amerika yang hanya menggunakan satu metode tunggal yaitu, rela memaafkan.

Kunci ketiga adalah Syukurlah selalu. Orang akan merasa bahagia jika ia pandai bersyukur. Banyaknya harta dan kekayaan, tingginya pangkat dan jabatan, banyaknya teman dan relasi jika tidak diimbangi dengan kesyukuran hanya akan mengantarkan kepada siksaan.

Rakus adalah sifat dasar manusia. Seberapa pun banyaknya harta yang kita punya, pasti akan merasa kurang. Jika manusia itu memiliki dua gunung emas, niscaya ia akan meminta yang ketiga. Begitulah seterusnya. Hingga manusia itu mampir ke liang kubur. Makanya Islam mengajarkan kalau ingin hidup bahagia, dalam urusan dunia harus lihat ke bawah dan dalam urusan akhirat harus lihat ke atas.

Sebaliknya berbagai macam kejahatan bisa terjadi karena manusia tidak pernah belajar bersyukur. Suami yang tidak pandai mensyukuri usaha istrinya akan terjerumus ke dalam perselingkuhan. Istri yang tidak pintar bersyukur kepada suami akan menggoyangkan bahtera rumah tangga. Orang kaya yang tidak bersyukur akan menyebabkan kemiskinan di lingkungan sekitarnya. Suami istri yang tidak pandai bersyukur rumah tangga akan berantakan.

Kunci keempat adalah Iman. Jika komitmen keimanan kita semakin kua teruji insya Allah kita akan semakin mudah merasakan kebahagiaan hakiki. Karena bagi orang yang beriman setiap kondisi bisa dicptakan menjadi sesuatu yang menggembirakan. ketika di timpa musibah ia akan bersyukur dan ketika mendapat nikmat ia akan bersabar. Dan keduanya itu adalah yang terbaik bagi orang yang beriman.

Kairo, 7 Januari 2007

Tidak ada komentar: